Saling dan Tidak Lagi




Ini adalah kisah singkat Sang Lelaki dan Sang Perempuan yang tidak pernah mengatakan "aku mencintaimu", tetapi mereka tahu pasti ketika mereka saling mengisyaratkan "aku mencintaimu".

Sang Lelaki memiliki lidah yang kaku untuk mengatakan "aku mencintaimu". Sang Perempuan juga memiliki lidah yang sama kelunya untuk mengucapkan hal yang demikian itu. Namun, uniknya, mereka tahu bahwa mereka saling mencintai.

Sang Lelaki membahasakan perasaannya dengan sesempat mungkin mengelus kepala Sang Perempuan saat mereka bersama. Sang Perempuan sebisa mungkin meminta bantuan Sang Lelaki demi intensintas kedekatan mereka.

Sang Lelaki kadang mengeluh karena Sang Perempuan terkesan manja sebab sering meminta bantuannya. Sang Perempuan kadang kesah karena puncak jilbabnya diacak-acak meski tidak begitu rusak. Namun, seberapa besar kekuatan keluh-kesah mengalahkan isyarat "aku mencintaimu"?

Tidak, isyarat tidak pernah kalah. Isyarat selalu pandai menggelincirkan keluh dan kesah, lalu memberi jalan bagi senyum simpul yang sengaja ditarik sembunyi-sembunyi--atau tatapan mata yang sengaja disipitkan sebagai penanda senyum yang disamarkan.

Mari kubisikkan hal yang membuat isyarat "aku mencintaimu" menjadi kalah? Ialah jarak yang direntangkan oleh waktu dan jarak yang direntangkan oleh manusia.

Isyarat "aku mencintaimu" yang dijelmakan elusan kepala, bebal untuk tahu cara melakukannya dengan jarak yang merentang. Sama seperti permintaan tolong yang tanpa intensitas kedekatan karena rentangan jarak. Pun, isyarat "aku mencintaimu" tidak pernah tahu cara menyalip orang lain yang berada di antara mereka. Mereka lebih suka menunggu orang itu pergi lebih dulu.

Hingga jika ternyata orang itu memutuskan tetap berdiri di tempat itu, salah satunya meninggalkan. Salah satunya memilih menyerah. Entah Sang Lelaki. Entah Sang Perempuan. Sang Lelaki dan Sang Perempuan tak lagi bisa saling mengirimi isyarat "aku mencintaimu". Lalu, bagaimana akhirnya? Kurasa kita bisa menebaknya.

Posting Komentar

0 Komentar