Perlukah "Aku Mencintaimu"?

"Barangkali, ia sudah pernah mengatakan 'aku mencintaimu' padamu. Namun, kaugagal memahami isi pesannya."

Ia sudah memberimu tatapan penuh binar bahagia. Retina matanya tidak pernah ingin menangkap bayangan orang selainmu. Seolah pupil matanya tidak kenal kata mengecil dengan keberadaan cahaya lain yang lebih terang daripadamu. Tak ia palingkan tatapannya, meski ada yang lebih gemerlap darimu.

Ia membalas pesan singkatmu tanpa jeda. Baginya, kautak boleh menunggu lama hanya demi satu balasan. Kautak pernah dibiarkannya penasaran menerka isi balasan pesanmu. Ketikannya begitu cepat, bahkan membubuhi emotikon-emotikon untuk menarik perhatianmu.

Ia selalu menceritakanmu kepada teman-temannya. Kauselalu mendengar hal itu dari mereka. Mereka bilang, baginya kautampak sangat menawan saat tersenyum. Mereka bilang, ceritanya tentangmu tak pernah habis. Kausudah mendengarnya, tetapi tak juga memekakan diri.

Ia memenuhi semua permintaanmu. Mulai dari segala hal yang kaukatakan, hingga yang ia tafsirkan sendiri. Ia selalu melakukannya dengan baik. Ia melakukannya dengan hati-hati sambil tersenyum.

Ia tak pernah bosan mencari bahan candaan yang bisa membuatmu tertawa. Suara tawamu begitu renyah baginya. Ia tak tertawa saat bercerita hal lucu, tetapi malah tertawa saat mendengar gelak tawamu.

Ia bahkan selalu ada saat-saat hidupmu terasa begitu terperosok hingga ke dasar. Juga saat-saat hidupmu begitu butuh satu-dua kalimat penyemangat. Ia ada untukmu. Ia bersedia meluangkan sebanyak apapun waktunya untuk menenangkanmu. Untuk kuatmu, untuk ketiadaan rasa sepimu.

Ia sudah melakukan semua yang ia bisa untuk menunjukkan perasaannya. Entah mengapa kaumasih saja belum bisa membacanya. Apakah sebuah kalimat pengakuan 'aku mencintaimu' begitu perlu diucapkan? Tidak bisakah kau tiba-tiba mengatakan 'aku juga mencintaimu' padanya?

Posting Komentar

3 Komentar