Nyaman, Tapi Takkan Jatuh Cinta Lagi

Aku ingin berbisik padamu. Satu kalimat yang entah mengapa menjadi satu-satunya yang terus-menerus berotasi di kepalaku. Satu kalimat yang entah akan mendapatkan respons seperti apa darimu. Baiklah, sini telingamu biar kubisikkan sekarang; "kurasa aku mulai menjadi nyaman di sisimu".

Sebenarnya itu adalah bencana besar. Merasa nyaman dengan orang lain adalah sebuah badai besar untukku. Jika badai besar menggoncang hatiku, aku bisa saja menjadi goyah lalu menginginkan kamu lagi.

Ah, tenang saja. Kali ini, akan kutawan hatiku kuat-kuat. Kau tak perlu khawatir. Aku sedang tidak berencana jatuh cinta lagi untuk saat ini. Ada banyak sekali hal yang harus kuselesaikan lebih dulu sebelum mengurusi perihal perasaan. Kupikir kau juga demikian. Maka akan kupastikan bahwa ini hanya perihal nyaman saja.

Ada banyak pemaknaan tentang "nyaman". Namun, padaku, itu tentang menyukai segala yang melekat padamu. Segala yang ada padamu membuatku merasa tidak keberatan. Membuatku merasa tidak perlu khawatir saat kau melakukannya di depanku.

Aku suka kau yang tidak keberatan jika punggungmu harus bertemu kepalan tanganku. Saat kita sedang berkendara dengan sepeda motor dan kau harus mengeremnya. Aku hanya sedang berusaha membangun sekat. Haha, kupikir itu cara yang tidak biasa. Kurasa, aku akan menggunakan cara lain di pertemuan kita selanjutnya. Maafkan aku.

Aku suka bertumpu pada bahumu yang kokoh ketika akan turun dari sepeda motormu. Bahumu hangat. Tangis seseorang ketika bersandar di sana, kurasa akan cepat mereda. Seseorang, yang entah siapa di masa depan.

Aku suka kau yang tidak banyak berceloteh ketika  kau harus menungguku selesai bersiap-siap cukup lama di depan rumah. Bagian ini, aku sebenarnya ingin mengajukan sebuah protes; bukan aku yang lama bersiap-siap, kaulah yang terlalu cepat menjemputku.

Aku suka kau yang tidak keberatan membagi makananmu denganku. Meskipun hari itu, malah melukai dirimu. Hari itu, sebenarnya aku sangat ingin membantumu membersihkan darah yang berani-beraninya keluar dari sela kulitmu yang teriris. Namun, sungguh dengan luar biasa kutahan diriku kuat-kuat untuk tidak melakukannya. Takut jika melakukannya, ada seseorang yang akan kesal padaku. Seorang perempuan yang beberapa hari lalu ada dalam update-an story WA-mu. Hari itu, aku hanya bisa melihat lukamu dengan penuh kekhawatiran.

Aku suka memandangi punggungmu saat kita berkendara di atas sepeda motor. Punggung yang mengingatkan bahwa dulu, aku begitu takut melihatnya semakin menjauh. Tetapi, diboncengimu seperti itu, membuatku merasa aman. Jarak antara aku dengan punggungmu selalu sama. Hari itu, punggung baju hitammu dilekati bola-bola benang kuning kecil cukup banyak. Sebenarnya aku ingin sekali menghilangkannya satu per satu. Namun lagi-lagi, aku menahan diriku. Untuk alasan yang sama ketika tidak membantumu membersihkan irisan lukamu. Maafkan aku. Padahal kau susah payah membalik kepalamu untuk membersihkan pakaianmu sendiri.

Aku suka saat kau kerasukan ide iseng dengan melewatiku semeter-dua meter ketika akan menaiki sepeda motormu. Hingga aku merasa kesal dan kau meminta maaf lalu berkata, "Kupikir kau sudah di atas motor. Habis ngeboncengin kamu kayak ngeboncengin angin. Enggak ada rasanya". Ketahuilah, sebenarnya aku ini orang yang sangat baik. Aku tidak ingin menyusahkanmu membawaku berkeliling sepeda motormu dengan muatan yang berat.

Aku juga tetap suka perutmu yang hampir membuncit. Katamu, kau ingin menurunkan berat badan. Bagiku, itu tak perlu. Aku sudah menyukainya. Aku tak begitu suka seseorang yang kurus. Aku sudah suka kau yang sekarang. Bagiku, itu sudah ukuran paling ideal.

Terakhir, aku juga suka kau yang tanpa sadar bersendawa di depanku. Meskipun, pada akhirnya kau merasa malu dan aku tertawa. Sebelummu, aku sebenarnya juga bersendawa saat duduk di depanmu. Entah kau menyadarinya atau tidak. Padahal bunyi sendawaku juga cukup besar. Hihi. Aku memalukan, ya? Tetapi bagiku, saling bersendawa di depan masing-masing sudah menjadi tanda bahwa kita sudah mulai merasa nyaman.

Aku merasa cukup nyaman atas segala hal yang kau lakukan padaku. Juga atas segala hal yang kita lakukan bersama. Namun akan kujanjikan bahwa aku tidak akan jatuh cinta lagi padamu. Tidak sebelum segala urusanku selesai. Juga tidak akan karena aku sudah bukan siapa-siapa lagi. Tidak akan lagi karena sudah ada yang menjadi siapa-siapamu. Tidak akan lagi, meski aku mulai cukup nyaman.

Posting Komentar

0 Komentar