Menjadi Tidak Biasa Saja

"Aku ingin menganggapmu sebagai teman yang biasa saja, tetapi bagaimana bisa bila kamu memperlakukanku tidak sebagai teman yang biasa saja?"

Adalah kamu, lelaki yang dengan segenap hati tulusnya yang kusebut sebagai subjek 'kamu'. Lelaki yang menawarkan seribu kebaikan dalam hatinya. Aku tak peduli bagaimana kamu memerlakukan orang-orang selain aku. Sebaik terhadapku, atau sedikit kurang dari itu. Aku tak peduli, sebab memerlakukanku dengan baik, kamu telanjur menjadi seseorang yang kadang seolah memijat jantungku agar berdebar lebih keras, seolah mengajakku berlari mengitari sebuah taman hingga membuat jantungku berdegub dengan tempo yang lebih cepat dari biasanya.

Ketika kamu membalas pesanku tanpa menunda waktu, aku bahkan tanpa sadar tersenyum sendiri. Aku menyukainya, bagiku seseorang yang dengan lekas membalas pesan adalah seseorang yang rasa pedulinya besar, seseorang yang rasa perhatiannya besar, juga seseorang yang takkan melukai perasaan orang lain hanya karena meminta untuk ditunggu.

Ketika kamu mengisi pesanmu dengan beberapa pujian, aku kadang tersipu. Bahkan dengan sebuah pujian yang tak nyata, sedikit demi sedikit batu pertahananku mulai terkikis. Kutegaskan lagi, dengan pujian yang tak nyata. Kamu seolah merasa kagum atas aku, ketika bahkan kamu belum mengetahui sisi gelapku. Lalu, aku menjadi takut jika suatu waktu kamu akan mengetahuinya, dan aku takkan lagi mendapati warna pesanmu yang seperti sebelumnya.

Ketika aku sebenarnya cukup peka untuk sedikit tahu tentang perasaanmu dulu, aku menjadi pura-pura tuli, pura-pura dungu, pura-pura buta, pura-pura bisu. Aku menjadi aku yang kejam. Lihatlah, bahwa sebenarnya bukan kamu yang tak pantas untuk berada di sisiku! Segala hal yang ada dalam pikiranmu, adalah hal-hal yang justru terjadi sebaliknya.

Aku menemukan aku yang berbahagia saat bersamamu, setidaknya dalam obrolan pesan online. Aku menemukan diriku yang merona ketika diberi sebuah pujian yang sebenarnya tak sesuai dengan realita. Aku menemukan diriku yang tersenyum ketika kamu mencerna dengan sangat baik setiap kalimat yang kuutarakan.

Padamu, kutemukan beberapa potong puzzle bahagiaku yang hilang. Namun aku tak bisa apa-apa. Aku tak bisa memberimu bahagia, seperti yang kamu lakukan untukku. Maka kuputuskan, akan kuberanikan diri untuk menganggapmu tidak lagi sebagai teman yang biasa saja. Meski aku tak percaya diri mampu sebaik kamu dalam bersikap.

Posting Komentar

0 Komentar