Kepada Kamu untuk Dibaca

Selamat tengah malam.
Boleh kusapa kau lagi? Tidak akan lama, lagipula aku tidak mengganggumu secara langsung, bukan? Aku punya hak menulis, selama perasaanku sudah tidak seperti dulu, kau berkewajiban untuk merasa tidak terganggu. Apa terkesan memaksa? Emm, baiklah. Kau tak perlu melanjutkan membacanya jika benar beranggapan demikian!

Apa hidupmu sudah tenang? Perempuan yang suka mengganggumu ini sudah takkan lagi kau dapati di chatroom-mu. Jangan salah paham dulu, aku sudah bukan perempuan yang dulu lagi, yang menahan diri mati-matian untuk tidak menghubungimu lebih dulu. Ketahuilah, pada diriku sendiri, aku cukup tegas dan memegang teguh segala hal yang memang seharusnya. Yang sudah selesai tak perlu dimulai lagi. Rasa sakit tak seharusnya disengajakan untuk ditanam lalu dipanen di akhir kisah.

Jika kau ingin menyapaku, sapalah. Aku takkan mengabaikanmu. Lagipula, aku bukan perempuan kolot yang berpikir bahwa karena berakhir, maka segala hal sudah harus diakhiri. Aku cukup pandai menempatkan sesuatu berdasarkan posisi seharusnya. Satu hal lagi, aku juga cukup pandai menerima segala hal yang memang sudah seharusnya. Hatiku cukup luas, cukup bisa kau umpamakan dengan semesta; asal kau tahu.

Jika saja.... Jika saja kau mendapati tulisanku berisi kenangan-kenangan dulu, tolong jangan merasa sungkan. Biar kujelaskan sedikit, aku hanya ingin menulis, agar kenangan yang baik tak merasa sayang untuk dilewatkan dalam jelmaan tulisan. Seperti ia, Mars, Sugar, dan yang lainnya. Aku akan mengenang dengan wajar.

Baiklah, terima kasih sudah membaca suratku, meski kutahu kau pasti sangat malas membaca hingga titik terakhirnya.
Selamat tengah malam.

Dari aku....

Masa lalumu yang bukan lagi sebagai lukamu yang paling luka.

Posting Komentar

0 Komentar