Berdiri di Atas Kaki Sendiri

Untuk kuatku, aku melaluinya sendiri. Tanpa ia, tanpa bercerita pada siapapun. Mereka tidak tahu bahwa aku sebenarnya sebegini tegarnya. Aku memasang senyum, tentu saja. Topengku lebih terlihat manis di mata mereka.

Atas segala hal yang kulewati, ia tak tahu aku sering menangis sesenggukan, meski dalam percakapan kami, aku banyak menyuguhinya emotikon senyum yang merona bahagia. Dan ia menyangka aku benar baik-baik saja.

Atas segala rasa sakit yang tak mampu kubendung sendirian, aku menepi dari riuh orang. Aku tak suka melihat orang-orang di sekitarku tertawa, sementara aku terluka, tertusuk di sekujur tubuh.

Padahal, aku punya ia. Aku bisa memercayainya untuk menawarkan jemarinya menghapus air mataku. Aku bisa memercayainya untuk memberiku sedikit kata-kata penenang. Aku bisa saja, menumpahkan segala darah dari sisa luka tusukku padanya. Tapi aku tak ingin. Aku bisa, tapi aku tak ingin. Bagiku, ia yang terlihat bahagia tidak boleh kuganggu-gugat. Aku hanya perlu sedikit lebih kuat lagi, bertumpu dan berdiri tegar di atas pijakan kakiku sendiri.

Posting Komentar

0 Komentar