What Ifs

-Januari2012-
Ketika membaca kutipan waktu itu, apakah kau masih mengingatnya? Januari pada tiga tahun yang lalu, aku adalah perempuan jahat bagimu. Apakah sekarang juga masih seperti itu? Mungkin iya, mungkin juga tidak. Tak bisa kuprediksikan dengan tepat karena bukan aku yang merasakannya.

Terlepas dari tiga tahun yang lalu, sekarangmu apakah yang terbaik bagimu? Ah, tidak! Tidak! Aku tidak ingin membahas sekarangmu untuk saat ini. Aku tahu, bahwa kau bukan tipe lelaki yang begitu suka mencampuri urusan orang lain, juga dicampuri urusannya. Jadi, mari kita sudahi membahas sekarangmu.

Tuan, ketika membuka kembali linimasa pada waktu itu, apa yang terlintas dalam benakmu? Apakah tentang aku yang begitu kejam? Iya, pikiran kita sama. Sebenarnya ada yang ingin kuceritakan dengan jujur kepadamu perihal mengapa aku bersikap seperti itu. Namun, alasannya sudah pasti tidak akan kau terima, ah mungkin lebih tepatnya lagi kau tidak akan menerimaku setelah tahu alasanku. Tapi, pernyataanmu dulu bahwa aku lebih memilih dia daripada kamu adalah benar. Dan maafkan aku karena berdusta dengan mencari alasan lain. Aku berdusta untuk membuatmu tidak lebih terluka lagi. Sementara aku sendiri tahu bahwa lebih baik menyakiti seseorang dengan kejujuran daripada membiarkannya berbahagia tapi dalam kubangan dusta. Nyatanya, mungkin kau akan terluka lagi setelah tahu semuanya. Maafkan aku, Tuan.

Tuan, hari silih berganti, bulan berlalu dengan fasih, juga tahun terlewatkan tanpa sadar. Hingga kini, aku masih berpikir tentang hal ini:

Bagaimana jika dulu aku tidak memutuskan untuk lebih dulu mengucap kata 'pisah' di antara kita?
Bagaimana jika dulu aku lebih memilih bersamamu, yang pada kenyataannya kau yang memang lebih dulu bersamaku?
Bagaimana jika aku tak membuatmu terluka kala itu?
Bagaimana jika kau tahu bahwa beberapa menit setelah meminta berpisah darimu aku langsung bersamanya?
Bagaimana jika sampai saat ini kita masih bersama?
Bagaimana jika dulu kau sedikit melakukan usaha untuk menahanku agar tidak berpisah darimu?
Bagaimana jika kau tahu bahwa dulu, beberapa hari setelah membuatmu pergi dariku aku kelimpungan setengah mati?
Bagaimana jika kau paham bahwa dulu aku sangat paham bahwa kau mencintaiku dengan terlalu?
Bagaimana jika kau tahu, bahwa masih ada beberapa pesan singkat darimu yang begitu manis tersimpan dalam kotak pesanku?
Bagaimana jika ternyata diam-diam aku masih hidup dan tumbuh subur di hatimu tanpa kau biarkan orang lain tahu, termasuk aku?
Bagaimana jika waktu itu aku mengabaikan orang itu dan sekalipun tidak mengucap pisah padamu?

Bagaimana jika....
Bagaimana jika....

Tulisanku kali ini mengakar dengan frase bagaimana jika... dan bagaimana jika kiranya kau sudi menjawab pertanyaan 'bagaimana jika' dariku?

Bagaimana jika aku punya satu permintaan terakhir kepadamu?
Permintaannya adalah bagaimana jika kau kuharuskan menjawab semua pertanyaan 'what ifs' dariku itu untuk merayakan kita yang sudah berakhir? Untuk merayakan pelafalan 'kita' yang sudah seharusnya hanya dalam bentuk subjek 'aku dan kamu'.
Kau harus menjawab! Harus! Untuk aku dan kamu agar bisa berdamai dengan masa lalu.

Posting Komentar

0 Komentar