Bagaimana Bila Kita Bertukar Peran?

Apa kabar kamu malam ini?
Ah, harusnya aku tak menyapamu. Harusnya aku mengacuhkanmu saja. Harusnya kau kuabaikan dengan benar-benar tak kupedulikan saja. Ya, harusnya aku begitu. Sampai akhirnya.... Sampai akhirnya ini mendadak rumit. Aku tak pernah bisa membiarkan namamu lewat begitu saja pada recent updatesku. 

Malam ini, bagaimana bila kau saja yang menyapaku lebih dulu? Kata orang, perempuan tak seharusnya memulai lebih dulu. Apa harus mengikuti apa kata orang sedang di dalam sana, deguban jantung sendiri menghentak-hentak ingin saling bertukar kabar? Jadi, bagaimana? Bisakah kau menyapaku leebih dulu?
Sebenarnya, seperti apa yang pernah kau nyatakan padaku. Aku berubah. Benar sekali, firasatmu memang tak pernah meleset. Akhir-akhir ini, aku berpikir untuk sedikit memberi jeda pada kita. Bukan dengan menghindarimu, karena bahkan ketika aku begitu ingin untuk tidak mengacuhkanmu sekali-kali, aku malah tak bisa. Seperti kataku tadi, degubku selalu menghentak ingin bertukar kabar, juga bertukar percakapan denganmu karena merindu.

Cukup lelah rasanya berjalan di tempat seperti ini bersamamu. Bagaimana jika kita berhenti saja? Bagaimana jika kita cukupkan saja semua sampai di sini? Atau bila kau tak ingin, bagaimana bila kita bertukar peran saja?

Aku akan menjadi kamu, sedang kamu akan menjadi aku. Mudah, bukan? Ah, sepertinya tidak. Bagiku akan mudah saja berada di tempatmu. Menjadi orang yang lebih dingin dari musim hujan dengan deras hujannya yang membuat gigil, kurasa mudah saja bagiku. Tapi bagaimana jika kau menjadi aku? Bagaimana kau bisa menjalani peran sebagai seseorang yang sapa hangatnya selalu dibalas dengan beku yang kaku?

Sesekali kita memang perlu bertukar peran, agar kau tahu betapa sulitnya menjadi aku. Agar kau tahu bagaimana aku menghitung detak pada detik menunggumu memulai percakapan lebih dulu. Agar kau tahu bagaimana menyiksanya rindu. Lalu, aku akan belajar dalam peranku sebagai kamu untuk memasabodohkan rindu agar bisa melewati hari tanpa menjadi hampir gila. Aku harus belajar bagaimana caranya melarikan diri dari rindu agar tak kembali menjatuhkan harga diri di depanmu setelahnya. 

Kelak, jika suatu waktu Tuhan menyetujui pendapatku. Kau akan mengerti, yang kau pikirkan bahwa aku selalu kegirangan tiap hari diserang rindu yang merajalela itu salah. Suatu waktu kau akan merasakannya, ketidakmenyenangkannya setiap pagi namaku bergelantungan di kantung matamu.


Posting Komentar

0 Komentar