Yang lain Aku Tak Ingin

Entah kejadian yang sama seperti saat ini akan berulang berapa kali lagi. Tak sama persis, tapi cukup membuatku mengingat kuat-kuat kenangan itu. Ini bukan yang pertama kalinya. Sudah berkali-kali dan aku masih belum terbiasa. Napasku masih terasa tercekat ketika ingatan itu kembali pada waktu dan suasana yang sama. Pukul enam menuju pukul tujuh malam, bersama hujan deras yang mengguyur hingga menciptakan suara dentingan keras. Aku dan kamu di teras rumah.

Lagi-lagi aku merayakan perihnya sendiri saja, hingga air mata membasahi tanpa pamit. Sekali lagi, aku kembali menjentikan jemariku meski sebenarnya aku tak ingin. Namun, aku lebih tak kuat lagi jika saja tak bercerita. Tentang kamu, atau mungkin lebih pantas kunamai sakit yang mendera. Kamu tahu rasanya seperti apa? Rasanya jantung saya tiba-tiba ditarik dengan keras dari tempatnya, digenggam dengan keras kemudian dihancurkan tanpa sedikitpun rasa belas kasihan. Yah, klise yang mirip dengan kisah dalam sebuah film yang berjudul Once Upon a Time. Jantung yang ditarik tiba-tiba, tanpa permisi, tanpa belas kasihan, kemudian diremukkan hingga menjadi abu. Menyakitkan, bukan?

Hujan lagi, waktu yang sama lagi, tempat yang sama lagi, tapi tidak dengan tokoh yang sama. Hanya aku, karena kamu sedang pergi, dan (mungkin) beranjak ke hati yang lain. Lalu, aku masih berhak merindukanmu, kan? Aku masih punya hak untuk itu, kan?

Lagi-lagi aku mendapati diriku sendiri menarik napas panjang, dan selalu saja setelah itu pikiran tentangmu bermunculan. Ah, Kamu terlalu kuat mengikat sel-sel otakku dengan pikiran tentangmu. Ini bahkan sudah menjelang tiga bulan. itu terlalu lama. Terlalu lama! Bagaimana aku bisa melupakan semuanya dan bersikap biasa-biasa saja ketika mendapati namamu. Sedang baru mendengarkan namamu disebutkan temanku saja aku sudah merasa mendapat alasan untuk kembali tersenyum. Ini terlalu konyol, bukan?

Untuk kali ini saja. Bisakah kita seperti dulu. Aku hanya berharap aku bisa menemukanmu kembali tersenyum ke arahku, memeriksa handphoneku karena ingin mencari fotoku, sedikit berjongkok karena ingin mengejekku dengan canda khasmu, menatapku diam-diam ketika kita sedang ada di tengah perkumpulan bersama teman, menghubungiku tengah malam dan saling mengungkapkan perasaan. Bisakah kita seperti itu saja? Meski tanpa tujuan, meski tanpa ikatan. Aku akan bahagia dengan itu, karena denganmu semua adalah kebahagiaan.

Bersamamu pil yang terasa pahit akan menjadi manis. Bersamamu kerikil tajam akan hanya terasa seperti gundukan pasir saja. Bersamamu aku kuat, aku bisa, dan aku takkan mungkin seperti orang yang selemah sekarang.
Karena kamu adalah salah satu yang paling benar dihidupku. Kamu, yang lain aku tak ingin.

Posting Komentar

0 Komentar