Jatuh Cinta Diam-Diam (2)

"Oktober-November-Desember-Januari-Februari-Maret-April-Mei-Juni-Juli-Agustus-September-Oktober-November.."

Menjelang bulan kelima belas, sejak aku memutuskan untuk hidup dengan ketiadaan akan cinta. Cukup lama, hingga aku sepertinya lupa seberapa lembut sebuah panggilan sayang terlantunkan, hingga aku lupa bagaimana rasanya dibuat deg-degan hanya karena sebuah pertemuan singkat, hingga aku lupa bagaimana rasanya dibuat tersenyum karena mengingat seseorang yang begitu dicintai.

Sudah hampir bulan kelima belas. Dan selama rentang waktu itu banyak cinta yang bergantian hadir, namun sayangnya aku masih betah dengan kesendirianku. Hingga kini aku sadar, ini bukan waktunya untuk menjadi terlalu pemilih. Namun, setiap orang punya tipekal untuk seseorang yang akan dijadikan spesial, bukan?

Mendekati bulan kelima belas, dan kurasa aku mulai merasakan jatuh cinta kepada seseorang. Seseorang yang bahkan tak kuketahui ia telah memiliki tambatan hati atau belum, seseorang yang kukagumi sikap dewasanya, seseorang yang kukagumi pola pemikirannya, seseorang yang dengan hebatnya mampu membangkitkan asa yang telah hilang, menumbuhkan semangat, dan membuat mimpiku seolah hanya berjarak 5 cm dari sorotan mataku, seseorang yang membuatku menjadi lebih rajin membuka jejaring sosial hanya untuk mencari-cari sesuatu tentangnya.

Dan pertanyaan yang menimbulkan kesesakan di kepala saya adalah... Apakah ia telah berpemilik?
Ah, kurasa iya. Aku tak begitu berharap menjadi siapa-siapa dalam hidupnya, bukankah lebih menyenangkan seperti ini? Bercerita mengenai seseorang yang diam-diam (mulai) dicintai. Karena jika dengan pengungkapan, mungkin saja akan mengubah keadaan. Dan dengan kediaman, aku masih tetap mampu menjaga hubungannya dengan kekasihnya, meski diam-diam terselip ngilu karena sebersit cemburu. Dan bahkan aku tak berhak untuk cemburu, kan?

Bukankah sah-sah saja mencintai kekasih orang lain, selama kita menghormati statusnya dengan tidak menyakiti kekasihnya hanya karena perasaan kita?
Lalu, apa yang akan kulakukan sekarang?
Memerhatikannya dari tempat yang tak mampu ia soroti, merapal pelan namanya dalam bisik sunyi hatiku, dan sudah pasti, memastikan bahwa ia takkan merasa kesepian seperti orang yang mencintainya secara diam-diam ini. Kemudian, jika aku sudah mampu mengendalikan perasaanku, aku akan pergi untuk meninggalkan cinta ini, meninggalkan seseorang yang sama sekali bukan aku tempat berlabuhnya. Cinta seharusnya sadar dan memantaskan untuk yang lebih pantas, kan?

Posting Komentar

0 Komentar