Menjadi Orang Baik

"Jadilah orang baik!"

Kita selalu mendengar orang-orang menyerukannya. Sebuah kalimat interjeksi yang sama sekali tidak asing di telinga. Sebuah seruan yang dilontarkan ayah kepada anaknya, ibu kepada anaknya, kakak kepada adiknya, kakek-nenek kepada cucunya, seseorang yang asing kepada anak yang ditemuinya di jalan, dan segala bentuk hubungan yang ada di dunia.

Setiap orang berharap memiliki kebaikan dalam hatinya sendiri. Setiap orang berharap yang mereka kasihi memiliki kebaikan dalam hati mereka. Setiap orang berharap dunia dipenuhi kebaikan.

Katanya, kebaikan serupa cahaya. Semakin banyak dilakukan, semakin terang. Semakin banyak porsinya dimiliki oleh hati, semakin benderang. Semakin terang cahayanya, semakin mampu membunuh bayangan hitam yang awalnya meraksasa.

Berusaha menjadi baik, berarti berusaha membunuh hal buruk. Berangsur-angsur. Sedikit demi sedikit. Satu kebaikan kecil, dua kebaikan kecil, tiga kebaikan kecil, hingga seterusnya, mampu menerangi ruangan gelap---hatimu.

Pada akhirnya ruangan itu berubah terang-benderang. Bayangan hitam itu menipis. Di sekelilingnya akan mudah ditemukan tumpukan-tumpukan kebaikan kecil yang awalnya disembunyikan gelap-pekatnya keburukan.

Lalu, kita menyadari bayangan itu sudah tidak sepenuhnya terlihat. Ia mengerdil dan bersembunyi di bawah tumpukan kebaikan kecil. Ia tidak akan berani menampakkan diri kecuali jika kita sendiri yang memanggilnya. Iya, kecuali-jika-kita-sendiri-yang-memanggilnya-keluar-dari-persembunyiannya.

Maka lebih daripada memanggil bayangan itu, aku lebih memilih menyerukan kalimat interjeksi pada kalimat pertama tulisan ini. Aku juga ingin menyerukannya. Kepada siapa pun, termasuk diriku sendiri.

"Jadilah orang baik! Sebab kebaikan serupa cahaya. Ia tidak memiliki bayangan."

Posting Komentar

0 Komentar