Surat Kepada Nona dari Tuan


Selamat tengah malam, Nona!
Aku menulis ini tengah malam. Kutebak, kau sudah tertidur. Kau sudah pulas. Entah memimpikan siapa.

Kali ini, aku datang dengan sebuah surat. Kupastikan, kau akan membacanya. Aku tak tahu cara berbasa-basi yang tepat. Namun, aku tahu cara yang paling ampuh menyembunyikan luka--- ialah dengan tertawa. Kau sudah paham sisiku yang itu, bukan?

Nona, sebenarnya aku masih belum tahu hatiku. Sepertinya setelah kejadian yang lalu, aku sudah tidak sanggup memercayakan hatiku padamu. Itulah mengapa, aku kadang menjadi tidak acuh padamu. Sebab khawatir, jika aku melanjutkan dengan sikap hangat seperti dulu, kita berdua akan lebih terluka lagi--- utamanya aku.

Nona, ada juga hal lain yang membuatku merasa asing jika di sekitarmu--- ialah masa lalumu. Entah mengapa aku selalu tanpa sadar menatapmu ketika kau menyebut namanya atau segala hal yang menyangkutnya. Seolah aku ingin tahu bagaimana raut wajahmu jika berbicara tentangnya.

Biarkan sedikit kukenang masa lalu.
Dulu, aku sering memanggilmu dengan panggilan PH(ku)--- Peri Hujan. Akulah yang orang pertama yang berinisatif menyebutmu PH. Akulah yang kadang menambahkan pronomina "ku" setelah panggilan PH. Seolah aku sedang menandai bahwa kau itu hanya untukku, begitu pun tulisanmu.

Akulah penikmat pertama yang paling sering membaca tulisan pada blogmu. Seperti kataku dulu, aku itu tidak suka membaca, tetapi malah sering membuka blogmu. Sebenarnya, aku suka membaca aku dalam tulisanmu. Rasanya, seperti aku membaca pikiranmu tentangku di dalamnya. Dulu, aku bahkan sering membalas isi tulisanmu. Tetapi kini isi tulisanmu sudah bukan aku yang menjadi satu-satunya.

Jauh sebelum aku memanggilmu dengan sebutan itu, aku menyayangimu saat kita bersama. Kupersiapkan diriku untuk mengirim pesan teks agar kau tak merasa kesepian. Aku bahagia, sebab kupikir aku sudah benar-benar memilikimu setelah pernah kehilanganmu. Namun, tiba-tiba kau pergi. Aku terluka. Bagian yang lebih menyakitkan, satu-satunya alasan paling masuk akal kau meronta ingin lepas adalah ingin kembali padanya.

Baiklah, aku sudah tidak ingin membahas luka lebih dalam. Aku takut kau semakin memikul perasaan bersalahmu. Nona, akan kuselesaikan saja suratku ini. Untuk saat ini, aku hanya akan membuatmu membaca sampai di sini saja. Jangan membenciku! Aku bahkan tidak yakin pada dua pilihan ini--- apakah kuminta kau menungguku? Ataukah kita sudah harus bersepakat menyudahi semuanya?

Nona, selamat pukul 02.10.
Dari aku,
Tuan yang ditakdirkan lahir pada Februari tanggal 10 agar sempat bertemumu.

Posting Komentar

0 Komentar