Kepada yang tengah menulis sembari membaca surat ini, aku tahu kau sedang merasa lelah. Kau sedang merasa lelah, tapi entah harus bercerita kepada siapa. Ketika orang-orang di sekelilingmu masing-masing punya bahu tempat bersandar, kau harus tetap berpura-pura kuat. Agar seseorang yang paling kau sayangi di dunia ini tetap baik-baik saja atas kuatmu.
Aku tahu kau begitu ingin menangis. Kau begitu butuh didengarkan. Kau begitu butuh dibuat tertawa. Aku juga tahu, kau sedang memikirkan satu nama yang paling mampu membuatmu tertawa meski tidak kau ceritakan keluhmu padanya. Tapi, aku bisa apa jika kau sendiri bahkan tak mencoba menghubunginya?
Aku tahu bahwa di kepalamu, kau sedang memimpikan masa depanmu bersamanya. Masa depan yang di dalamnya berisi saat-saat kau menangis di depannya saat bercerita segala hal berat yang telah kau hadapi sekian lama. Masa depan yang di dalamnya berisi saat-saat ia memelukmu sambil berkata padamu, "Kau melaluinya dengan baik. Maaf, karena aku tak di sana saat itu". Masa depan yang di dalamnya berisi saat-saat kau terus tertawa bersamanya hingga lupa lukamu.
Kepada penulis surat ini, kuharap setelah ini kau bisa bahagia. Aku tak bisa membuatnya bersamamu lagi. Sebab kau pikir pun, kau sudah tidak berhak membersamainya. Kau pikir, kau sangat tidak tahu diri jika memintanya kembali setelah pernah membuatnya begitu terluka. Kau pikir, tak ada lagi celah bagimu dalam hidupnya. Kau pikir, kau sudah benar-benar kehilangan satu-satunya orang yang membuatmu ingin berbagi cerita pahitmu kelak.
Kepada penulis surat ini, kemarilah! Takkan kubiarkan kau bercerita sendirian. Ceritakan padaku tentang segala beban yang membuat pundakmu tak tegap! Ceritakan padaku tentang segala pedih yang selalu membuatmu ingin berlari ke arahnya namun kau tahan! Aku akan mendengarkannya. Hingga kau lelah. Hingga kau terkantuk-kantuk dan aku mengikutinya.
Dari aku,
Perempuan yang akan tersenyum jika kau tersenyum
Perempuan yang akan menangis jika kau menangis
Di depan cermin.
0 Komentar