Berhenti Berjalan di Tempat

Pada akhirnya, kita sampai pada keputusan yang dengan bengis menyeret semua kenangan kita menjadi sia-sia.

Kita sudah salah tetap berjalan di tempat terlalu lama. Aku tidak ke mana-mana dan tidak bersama siapa-siapa selainmu. Sementara kau meminta tinggal siapa saja yang berlalu lalang di sekitarmu, meski tetap kau pertahankan aku di sisimu.

Bagiku, jika hanya kamu satu-satunya yang kupertahankan di sisiku, artinya, kita bukan teman. Entah bagimu. Tetapi teman tidak pernah saling bercakap semembahagiakan yang kita lakukan. Teman tidak saling mencemburu sehebat yang kita rasakan. Teman tidak saling memperhatikan sekhawatir yang kita lakukan. Dan teman tidak saling menggoda semenggemaskan yang kita lakukan.

Aku mengaku kalah. Setelah kupahami tempatku di sisimu, aku sudah mengaku kalah. Aku yang tetap kau pertahankan di sisimu bukan karena kau cintai setengah mati, namun karena kau cintai setengah hati. Bersamaku, separuh hatimu ingin aku pergi. Dan bersamaku, separuh hatimu lagi terisi oleh sisa bahagia dariku yang masih mampu membuatmu tertawa. Lebih dari itu, aku tahu, jauh di dalam dirimu, kau sedang ketakutan kehilangan aku yang paling mencintaimu.

Lagi-lagi, aku masih mengaku kalah. Setelah terlalu lama kupaksakan diri menunggumu, aku menjadi paham bahwa segala sesuatu yang dipaksakan tidak akan pernah berhasil. Memaksa adalah salah satu ciri ketidakdewasaan.

Kita ini, kebersamaan yang terlalu dipaksakan. Aku terlalu memaksamu membahagiakanku, sementara kau tanpa sadar memaksakan untukku tetap tinggal meski aku selalu menjadi nomor kesekianmu.

Maka setelah mengaku kalah, aku mengaku lelah. Aku lelah selalu tanpa sadar memosisikan diriku sebagai pihak paling terluka dan menjadikanmu penjahat kejam yang merampas bahagiaku. Aku sudah lelah kau ajak berjalan di tempat seperti ini. Kau datang pada waktu yang tepat setiap kali aku ingin beranjak. Menawarkan segala canda paling candu dari seluruh semesta raya, hingga bagiku candamu adalah yang terbaik dari seluruh canda  yang ada di muka bumi. Membiusku dengan serbuk-serbuk perasaan hingga aku jatuh terkulai lagi dalam peluk rasamu.

Pada akhirnya, kalah dan lelahku menjadi bagian penutup kisah kita. Kuakui kalah dan lelahku, sebab kau yang tidak pernah ingin membuatku berhenti berjalan di tempat.

Kali ini, aku ingin mengatakan satu hal yang seharusnya kukatakan sejak dulu.
"Jika ingin bergerak, kita tidak butuh berjalan di tempat. Kita hanya butuh dua pilihan; memulai berjalan lurus ke depan atau memilih berbalik dan kembali menuju perjalanan awal."

Posting Komentar

0 Komentar