Lelaki yang Berlalu

Tak mampu kubuka lenganku untuk merengkuh. Kini hanya bisa kubiarkan kau berlalu bersama angin yang angkuh.

Jarum jam di dinding kamarku menunjukkan angka 00.00, aku sedikit mengucap beberapa semoga malam ini; agar kiranya yang kembali akan pulang. Deretan angka itu terlalu menyeramkan, dia terlalu kosong. Juga aku sedikit berharap, bahwa beberapa waktu yang menyedihkan kemarin dapat terpotong.

Aku tahu, tak pernah sekalipun kutahan langkahmu jika ingin beranjak, juga tak pernah kuberi kau perihal kejelasan tentang kita. Tapi, asal kau tahu, aku tak pernah benar-benar menginginkan kepergianmu. Terlalu sulit bagiku ucapkan padamu "Hanya sekadar tinggallah di sisiku". Aku tahu betapa kalimat itu tersusun atas partikel-partikel keegoisan.

Memakilah, ucaplah sumpah serapahmu! Jika kau tahan, maka itu akan meledak. Seperti air mataku yang sudah sejak lama kutahan, dan meledak setelah kau memutuskan untuk benar-benar berlalu. Sekali lagi, makilah aku! Sebab bahkan makianmu saja tak akan cukup mampu melegakan hatimu yang tercekat karenaku.

Kepadamu, Lelaki yang sedang beranjak...
Jika kau ingin kembali, kursimu akan tetap kujaga. Akan tetap kubiarkan kosong. Hingga kita berdamai dengan masa lalu.

Kepadamu, Lelaki yang sedang berlalu...
Jika pun kau kembali, ketahuilah bahwa aku masih tetap dengan keputusan yang sudah bulat kugenggam. Maafkan aku, karena sekalipun kau kembali, hatiku tak bisa mengganti 'aku dan kamu untuk menjadi kita'

Posting Komentar

0 Komentar