Lambat laun, waktu akan menyuguhkan senampan kedewasaan, dan kita
selalu punya pilihan, merengkuhnya atau bahkan berlari menjauhinya.
Kurasa waktu itu telah datang, dan pilihanku kali ini adalah
merengkuhnya.
Sikap saya sudah cukup dewasa? Sejak
kapan? Mungkin sejak seseorang menjadi alasanku untuk memperbaiki diri
lebih menjadi baik. Seseorang kataku? Ya, seseorang! Sebut saja dia. Aku
mengenalnya, tak begitu kenal. Aku dekat dengannya, tapi tak begitu
dekat. Sebuah perkenalan yang biasa-biasa saja, namun seketika berubah
menjadi perkenalan yang luar biasa karena aku mulai sering
memperhatikannya diam-diam.
Apa yang membahagiakan dari
memperhatikan diam-diam? Setidaknya saya masih bisa berbicara dengannya,
melakukan percakapan sebab jika ia tahu apa yang kulakukan di
belakangnya, sudah pasti ia akan merasa tak nyaman karena perasaanku
yang bahkan masih belum mampu kudefinisikan sendiri.
Seberapa
istimewakah dia? Terlalu istimewa; terlalu tinggi. Hingga aku tak bisa
menggapainya, mungkin saja suatu nanti aku akan menggapainya, tapi
bukankah ketika telah mendapatkan sesuatu kita juga harus belajar untuk
menyeimbangkan. Dan aku tak bisa mengimbanginya. Ia terlalu istimewa.
Lelaki seperti ini, akan sulit kau temui pada zaman yang serba
globalisasi ini.
Lelaki dengan hidung mancungnya, juga
dengan seluruh pahatan tangan Tuhan yang luar biasa mengagumkan pada
wajahnya ini, ternyata mampu membuatku merasakan perasaan yang berbeda
dari sebelumnya. Bukan dengan cinta yang obsesif, bukan juga dengan
perasaan yang begitu ingin memiliki dengan hebatnya. Lelaki ini, dia
seolah menyuntikkan pikiran bahwa aku benar-benar seperti debu jika di
sampingnya
Debu? Itu hanya perasaanku ketika awal mengenalnya.
Lelaki ini menggiringku menjadi gumpalan tanah sekarang, aku sedang
digirignya berusaha membangun hati yang cantik untuk Tuhan. Melihatnya
begitu hikmat mendengar sepotong ceramah, mendengarnya begitu merdu
melantunkan ayatyat suci Al-Qur'an, memerhatikannya begitu baik menjaga
ibadahnya, memandanginya begitu santun berpakaian dan berinteraksi
dengan orang lain. Aku merinding, lelaki seperti ini, entah siapa
perempuan yang begitu beruntung yang akan mendampinginya kelak.
Ia
dewasa karena iman yang teguh di hatinya. Bagiku, kunci utama
kedewasaan adalah apabila seseorang itu mukmin, imannya terucap dalam
hati, ia adalah seorang yang mukmin, mensyiarkan agama dengan baik, dan
ia adalah seorang yang mukmin dari setiap apa yang dituturkannya sesuai
dengan apa yang ia terapkan pada tiap perilakunya. Lelaki seperti ini,
mengapa sepertinya begitu langka?
Ia begitu santun
menjaga diri, sementara aku masih berjabat tangan
dengan yang bukan muhrim. Ia begitu pandai menjaga hatinya, sementara
aku bahkan pernah jatuh cinta beberapa kali pada orang yang salah.
Lelaki ini begitu pandai menjaga pandangannya sementara aku kadang masih
memerhatikan lelaki yang terbilang rupawan
Mengenalnya,
sedikit perubahan atas tingkahku yang dulu kekanakan mulai bisa
kukendalikan. Aku bukan lagi tipe perempuan yang suka menuntut ini itu.
Melihatnya beribadah sekeras itu, aku mulai melakukan ibadah-ibadah
sunah-Nya. Bukan, bukan karena ingin mengikutinya, ia benar-benar membuka mataku tentang dunia yang tak selamanya kupijaki ini. Ia membantu membuka pandanganku yang tabu bahwa dewasa, ibadah, dan Tuhan adalah esensi kehidupan yang sesungguhnya.
Lelaki
ini, aku berharap agar tak dilupakannya. Memilikinya? Aku bukan
perempuan yang setidak tahu diri itu. Memilikinya terlalu tinggi, Dan
aku takut jatuh untuk harapan yang seluar biasa itu.
Untukmu Lelaki Luar Biasa, tolong jangan pernah melupaku.
0 Komentar